Awal pertama ketika membaca judul artikel dr. Tan Shot Yen yang saya baca di laman Facebook, saya tertarik bener untuk lebih ingin tahu isinya. Dan saya sangat terkejut bahwa secara ilmu pengetahuan susu sapi itu bukan untuk manusia tetapi untuk anak sapi. Saya adalah salah satu orang yang menjadi korban iklan susu di media khususnya Televisi Indonesia (Negara Tercinta).
Kedua anak saya Azka dan Azzam mulai 6 bulan saya suguhi susu formula sebagai susu tambahan karena ASI istri saya tidak banyak. Malah dipikiran saya itu saya memberikan susu yang terbaik dan mahal. Saya berikan susu BMT, ChilKid produk Morinaga. Biar sehat dan pandai yang terbenak dalam pikiran saya.
Sampai 2 minggu belakangan terakhir ini saya tidak lagi memberikan susu SAPI tersebut untuk anak - anak saya. Keyakinan ini semakin diperkuat dengan saya membaca buku yang berjudul " The Miracle of Enzyme" yang merupakan buah karya dr. Hiromi Sinya. Buku ini mudah ditemukan di Gramedia. dan buku ini merupakan Best seller dimana sudah 2 jt Copi terjual dipasaran.
Mengingat anak saya masih mencari-cari susu untuk yang diminum, maka saya mengganti susu Kambing Ettawa sebagai pengganti susu sapi ini. Saya merefensikan ke Rasulullah bahwa beliau minum susu Kambing. Setahu saya susu kambing langsung dari kambingnya yang masih origin, tetapi susu kambing yang beredar ini merupakan susu bubuk yang juga pasti dalam proses pembuatannya hampir sama dengan susu sapi. Masih Perlu dilakukan Kajian mengenai apakah baik minum susu Kambing bubuk untuk manusia. Karena untuk menghindari mengkonsumsi susu sapi maka saya mengalihkan mengkonsumsi susu Kambing.
Berikut dibawah ini adalah tulisan dari dr. Tan Shot Yen dan untuk tulisan dari Hiromi Shinya, MD dapat dibeli di Gramedia.
Berikut ini adalah penjelasan dr. Tan Shot Yen
tentang Kebohongan Manfaat Susu yang belum diketahui khalayak ramai. Benarkah susu sapi
baik untuk kesehatan, benarkah susu sapi baik untuk tulang? Atau malah
sebaliknya. Bahkan itu hanya sekedar bualan belaka, sebagai copywriting sebuah
iklan produk susu? Mari kita simak ulasan berikut ini…
Dear dr Tan, saya
senang sekali membaca rubrik yang Dokter asuh. Jawaban dokter dari setiap
pertanyaan sangat tegas, lugas dan cerdas.
Saya pernah dengar
seminar dari salah seorang ahli gizi manusia harus mengonsumsi susu sejak lahir
hingga menutup mata (meninggal) sedangkan menurut dokter Tan manusia hanya
mengonsumsi susu sejak 0-2 tahun saja itupun hanya ASI.
Saya yang orang
awam ini jadi bingung Dok. Anak saya sudah berumur 3 tahun, apakah anak saya
masih perlu mengonsumsi susu?
Saya harap Dokter
berkenan untuk menjawabnya.
Veni, Bekasi
——————————————
Jawaban :
dr. Tan Shot Yen:
Hai Veni,Jika anda
mengikuti rubrik saya sungguh-sungguh dan MEMBACA SEMUA INFORMASI BERMANFAAT
melalui jalur internet dengan situs-situs yang dapat dipertanggungjawabkan
sebagaimana pernah saya kutipkan sebelumnya, tentu anda tidak akan bingung.
Anda akan terbiasa
bertanya,”Mengapa?” dan “Mengapa?” lagi dan selanjutnya menjadi kritis dengan
jawaban yang diberikan sebelum ‘menelan’ mentah-mentah jawaban dari siapa pun,
pakar di bidang apa pun.
Letak
permasalahannya bukan pada perdebatan atau siapa yang salah dan siapa yang
benar. Jika pendapat pakar (yang bisa salah bisa benar) saja yang dijadikan
pegangan, maka kepentingannya terletak justru pada si pakar tersebut – dan
apa/siapa yang dibelanya, ada unsur kepentingan apa di balik opini-opininya,
pihak mana yang mendukungnya untuk menyuarakan pendapatnya itu.
Begitu pula dengan
menghadapi semua paparan saya. Karena itu saya selalu sertakan bacaan atau
sumber informasi lain sebagai pembanding, jika pembaca membutuhkannya untuk
memperluas pandangan serta menilai. Sehingga pada akhirnya kita sama-sama
paham, siapa yang diuntungkan atau sebenarnya masyarakat diperlakukan sebagai
tujuan atau sekadar dijadikan sarana diam-diam demi kepentingan yang
sesungguhnya BUKAN untuk setinggi-tingginya kesehatan manusia.
Karena itu, ilmu
kesehatan sangat tidak mungkin berdiri sendiri. Kita perlu merujuk pada
antropologi, sejarah pola hidup dan pola makan manusia, sejarah kepentingan
teknologi industri pangan maupun kesehatan, dan kembali lagi : apakah cocok
untuk kesejahteraan manusia yang optimal lahir-batin-mental-spiritual?
Saya tidak pernah paham dengan alasan mengapa manusia
harus mengonsumsi susu selama usia pertumbuhan yang bukan dari ASI, apalagi
sepanjang hayat – seakan-akan bahasanya seperti yang sering dipakai di kalangan
pergaulan anak gadis saya: “Nggak cocok? Paksain ajaaaaaaa!!”
1. Kita perlu
belajar dari hewan menyusui. Bahwa susu hanya cocok sebagai “makanan antara”,
ketika bayinya belum sanggup mengunyah dan mencerna.
Begitu bisa tegak,
berjalan, mencari makan dan mampu mengunyah makanan padat, maka SUSU BUKAN LAGI
KONSUMSI ALAMIAHNYA. Saya tidak menyamakan manusia dengan hewan menyusui, tapi
kita perlu belajar dari alam, fakta dan menyadari berbagai unsur permainan
“kepentingan yang lain” di balik jargon kesehatan yang hanya dipakai untuk
nilai jual.
Faktanya, enzim
pencernaan manusia untuk mencerna susu juga sudah mulai menyusut pada usia 2-3
tahun.
Berbarengan dengan itu, gigi manusia pun SUDAH KOMPLIT di
usia 2 tahun. Aha! Cocok, bukan? Lepas dari susu, kunyah makanan padatnya!
2. Alam tidak
menyediakan susu apa pun selain ASI untuk konsumsi manusia.
Susu sapi hanya
untuk generasi penerus sapi. Susunannya pun sama sekali tidak cocok untuk
manusia.
Sekali lagi,
komposisi susu sapi hanya untuk membuat anak-anak sapi gemuk, bertulang besar,
tidak perlu pandai apalagi menikmati umur panjang.
Susu sapi alami
sama sekali tidak cocok untuk manusia. Karena “dipaksakan” supaya cocok, maka
agar tidak mengandung bakteri, manusia melakukan sterilisasi susu antara lain
dengan pasteurisasi – efek sampingnya? semua zat gizi susu rusak total (karena
itu setelah proses sterilisasi perlu diimbuhkan berbagai zat dari luar supaya
kelihatan “bergizi”-proses pasca sterilisasi inilah membuat heboh ‘menyusup’nya
bakteri beberapa waktu yang lalu).
Begitu pula agar
kolesterol susu sapi yang tinggi tidak membuat manusia kegemukan dan naik
kolesterolnya, ditemukanlah teknik yang membuat susu sapi mendapat istilah
‘skim’, karena minyaknya ditarik/diambil – efek sampingnya? manusia tetap
gemuk.
Karena bukan melulu
kolesterol yang bermasalah, tapi GULA SUSU (Laktosa) dan KEASAMANNYA yang
membuat tulang justru semakin keropos.
Supaya “cocok” juga
untuk kebutuhan kecerdasan anak manusia, maka pemaksaannya adalah lewat jalur
teknologi.
Susu sapi yang
miskin gizi itu ditambahkan zat-zat/asam amino yang diduga sebagai bagian dari
kebutuhan perkembangan saraf dan otak.
Padahal, kecerdasan
LEBIH DARI SEKADAR ASAM AMINO atau zat yang diimbuhkan tersebut. Kecerdasan
anak berkaitan sangat erat dengan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) saat anak
mengintegrasikan KECERDASAN PERTAMANYA secara instinktual untuk merayap
menemukan puting susu ibu selepas dilahirkan sekaligus gerakan merayap tersebut
menyelesaikan dan mengintegrasikan refleks-refleks primitifnya!
Kecerdasan terletak
pada antibodi prima MANUSIA yang alami, yang hanya terdapat dalam ASI hingga
usia 2 tahun saja.
Kecerdasan juga
berhubungan dengan pematangan “sambungan-sambungan sistem syaraf” dari 3
susunan otak manusia (reptilian brain yang primitif: hanya mengurus sistem
pertahanan diri/survival, mamalian brain yang berfungsi mengenali cinta, rasa
aman, peduli, kekeluargaan dan neo-mamalian brain yang baru setelah usia 6
tahun mengenal istilah cara pikir ‘rasional’.
Kecerdasan manusia
bukan melulu tentang pandai berhitung dan berbahasa asing, tapi cerdas secara
emosional, spiritual. Sehingga yang membuat manusia maju dan makmur bukan hanya
mereka yang ber IQ (Intelligence Quotient) tinggi, tapi juga ber EQ (Emotional
Quotient) tinggi sehingga mampu menjalin relasi, serta ber SQ (Spiritual
Quotient) membanggakan- sehingga mampu bersyukur, berhubungan mesra dengan
Penciptanya.
Mana ada anak sapi bisa begini?
3. Jika argumen
bahwa susu diasup sebagai sumber kalsium (yang dipercaya menguatkan tulang),
maka perlu ditegaskan kembali :
APAKAH HANYA SUSU
SATU-SATUNYA SUMBER KALSIUM?
Saya mencurigai
‘nasehat-nasehat’ yang menganjurkan orang minum susu akhirnya sebatas karena
penelitian yang sangat sepihak, sangat kadaluwarsa bahkan, dan celakanya :
karena ‘kepercayaan’ seri nutrisi jaman penjajahan Belanda yang masih berurat
akar.
Tulang pun menjadi
kuat BUKAN SEMATA-MATA HANYA KARENA KALSIUM. Melainkan kita perlu mengasup
Magnesium, Seng (Zinc), Boron, Mangaan, Provitamin D-3, dll.
Nenek moyang kita
sebelum mengenal pabrik susu tidak pernah menderita patah tulang akibat keropos
sebelum waktunya. mengapa? sekali lagi, mereka mengonsumsi makanan ALAM yang
DIKUNYAH, yang juga memperkuat tulang selepas susu ibu di atas 2 tahun!
Saya pernah menulis
di tabloid ini pula, bahwa mengonsumsi 1 cangkir selada bokor (iceberg lettuce)
memberikan kekuatan tulang yang di hari tua, mencegah terjadinya patah tulang
panggul! (telah dirisetkan oleh para ahli dari Harvard University,
Amerika Serikat yang melibatkan 72.000 wanita).
Kalsium pada susu yang
bukan ASI sekali lagi saya tegaskan, TIDAK DIKENAL oleh tubuh manusia. Oleh
karenanya bersifat “Non-bio-available”- jadi, bukannya membuat tulang lebih
kuat, malah kalsium akan ‘nyasar’ ke tempat yang salah… dan tempat yang paling
sering menjadi sasaran pendaratan kalsium adalah.. dinding pembuluh darah!
Bukannya
mendapatkan manfaat positif dari susu, malah mendapat bonus penyakit yang
sangat tidak menyenangkan: penebalan dinding pembuluh darah dan segala
akibatnya (sebagaimana telah dipaparkan dalam salah satu jurnal kedokteran anak
oleh Dr. Frank Oski, Upstate Medical Center Department of Pediatrics, USA).
Orang Amerika dan Eropa Utara mengonsumsi 800 mg – 1200 mg kalsium sehari, tapi
tetap saja mereka lebih menderita osteoporosis/keropos tulang daripada orang
Asia dan Afrika yang mengonsumsi 300 mg – 500 mg kalsium per hari.
Mengapa? daging
merah, gula, tepung dan bahan makanan berupa bumbu non-alam menyebabkan
keasaman darah meningkat.
Untuk
menetralisirnya, tubuh mengambil kalsium (yang bersifat alkalis) dari tulang.
Sehingga masalah osteoporosis bukanlah bahwa seseorang itu tidak cukup memakan
kalsium.
Masalahnya adalah
mereka kehilangan kalsium. Dengan demikian, mengasup lebih banyak kalsium ke
dalam tubuh bukanlah jawabannya, karena Anda bisa kehilangan lebih banyak
daripada yang Anda asup (misalnya dengan tetap memakan daging merah, gula,
terigu, beras, berbagai saus dan kecap produksi pabrik, dll).
Apabila ekstra kalsium yang dikonsumsi berasal dari
makanan yang mengandung protein tinggi seperti susu, keju dan es krim, keadaan
menjadi lebih buruk karena makanan ini adalah pembentuk asam yang sangat
tinggi. Tubuh semakin kehilangan kalsium.
4. Dari hasil
konvensi dunia (World Breastfeeding Week, 1-7 Agustus 2006), Elisabeth Sterken,
BSc.MSc Nutritionist INFACT Canada/North America menuliskan bahwa susu bukan
ASI menyebabkan: meningkatnya risiko asma, alergi, penurunan perkembangan
kecerdasan, peningkatan risiko infeksi saluran napas atas, kekurangan nutrisi
yang tidak didapatkan dalam susu non ASI, risiko kanker masa anak, risiko
penyakit kronik, risiko diabetes, risiko penyakit kardiovaskuler, risiko
kegemukan, risiko infeksi pencernaan, risiko radang telinga, risiko semua efek
samping akibat PENAMBAHAN ZAT YANG TIDAK SEMESTINYA DALAM SUSU BUBUK/CAIR
(sudah terbukti mulai bakteri hingga melamin, bukan? tunggu saja ‘seri
berikutnya’)
Anda belum
mengikuti pelatihan saya mengenai “teknik membaca label makanan produksi
pabrik”, bukan? Naaaaaahh!! ada baiknya anda mulai membalik kemasan susu anak
anda. Banyak istilah “ajaib” yang membuat anda mengerenyitkan dahi.
Semua susu sudah
mengandung laktosa/gula susu, seperti saya sebut di atas. Namun supaya “betah”
di lidah anak yang doyan manis “tingkat tinggi” (yang penting doyan, kan?
Mana ada pabrik mau
peduli dengan masalah kelebihan karbohidrat buruk!) tetap diimbuhi “sukrosa”
(gula rantai panjang!) atau “corn syrup” (gula ‘pembunuh’ nomor satu di Amerika
Serikat), belum lagi “perisa” (Apakah anda paham betul istilah ini? Nama
lainnya adalah rasa SINTETIS!), dan susunya pun berasal dari “skimmed,
powdered, milk”.
Bahkan susu cair
pun melalui proses skim dahulu. Anda perlu pun bisa terheran-heran, mengapa
susu yang sudah cair perlu dijadikan bubuk, lalu dibuat ‘cair’ lagi.
30-40 tahun yang
lalu (ketika anak Indonesia mentah-mentah menolak susu karena tidak doyan bau
susu dan harus ‘dipaksa’ minum), label komposisi susu bubuk cukup tertulis:
WHOLE MILK. Titik.
Risiko whole milk
pun membuat manusia terpaksa seperti sapi sungguhan: gemuk, bodoh, lamban,
berusia pendek).
Semestinya para
pakar yang memang mau menyuarakan tentang susu, sebelumnya perlu mengikuti
konvensi dunia serupa ini yang memang diselenggarakan bagi para pakar, pengayom
kesehatan dan informasi yang terbaru bagi masyarakatnya.
Konvensi ilmiah yang berkualitas tinggi dan kredibel tentu
diselenggarakan tanpa sponsor pabrik teknologi pangan atau farmasi yang
mempunyai kepentingan di dalamnya!
5. Sebagai
tambahan, salah satu pilihan : anda bisa membuka situs Dr. Mercola,
http://www.mercola.com, ketik “milk” (atau topik apa pun yang anda ingin
ketahui) di kolom mesin pencari artikelnya. Anda akan berkelana ke ‘dunia baru’
dan membaca berbagai hal yang telah diperjuangkan banyak orang saat ini,
sementara negara kita masih menjadi ‘keranjang pembuangan’ berbagai produk yang
sudah tidak lagi diterima masyarakat dari mana produk itu berasal.
Saya sangat
menyesali kepercayaan dan mitos akan susu ini merasuk di benak ibu-ibu yang
hidup dengan ekonomi pas-pas-an, sehingga ada faham ‘asal anak sudah minum
susu, rasanya aman!’ – padahal gizi anak membutuhkan lebih.
Anak bergigi
membutuhkan makanan untuk dikunyah, dengan sumber karbohidrat-protein-dan lemak
yang jauh lebih tinggi tingkatannya.
Bukan susu yang
berasal dari sapi dengan pakan buatan manusia bernama MBM/Meat-Bone-Meal yang
menyebabkan sapi membentuk protein asing bernama Prion sebagai cikal bakal sapi
gila/madcow (Lihat Nyata edisi II Agustus 08, edisi IV Mei 08)
Anak-anak kita
bertulang dan bergigi kuat hingga akhir hayatnya karena gaya hidup sehat, bukan
minum susu segelas tiap malam sambil terpana di depan televisi atau game
komputer, yang lincah hanya kedua jempol tangan kanan-kirinya.
Gaya hidup sehat mengandalkan makanan alam lepas campur
tangan industri, tubuh bergerak keseluruhan bermain petak umpet, lompat tali
atau layang-layang.
Sumber : Rubrik dr. Tan Shot Yen di tabloid Nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar